Untuk Om’ Jud dan Tante Mimi (bapak dan Ibu) di rumah saja.
Terima kasih bapak.
Bapak orang hebat. Berada di sisi bapak, ada damai yang terasa. Biar bapak tidak bisa karate, bapak adalah yang paling berani di antara kedua tetangga kita. Aku masih ingat, ketika ada maling yang menyerbu tetangga kanan kita, tetangga kita itu memanggil-manggil nama bapak, “Pak guru, pak guru...”. Bapak pun kemudian keluar rumah untuk melihat sekeliling. Bagiku, itu lebih heroik daripada Spiderman 3, yang melawan tiga musuh sekaligus.
Bapak orang kreatif. Waktu aku dirawat inap karena dicium motor di jalan, bapaklah yang menunggui aku. Supaya sewaktu-waktu bapak bisa melayani aku untuk bisa pipis di pispot, bapak membuat tali rafia yang dihubungkan antara jempol kaki bapak dengan telunjuk tanganku. Tak terhitung berapa kali aku menganggu bapak tidur. Kutarik rafia dan bapak bangun, memberikan pispot, dan membuangkan urine yang kukeluarkan.
Bapak orang yang setia pada panggilan. Salah satu wujudnya, waktu aku sekolah di Mertoyudan. Bapak selalu mengunjungi aku jauh-jauh dari Bumiayu dengan sepeda motor. Aku tahu itu melelahkan. Belum lagi jika di jalan ada hujan, pasti perjalanan lebih sulit. Tapi bapak datang, mengunjungiku. Membawakan roti dan makanan yang lain. Empat tahun aku dikunjungi oleh orangtua dengan cara yang seperti itu. Empat tahun pula aku tidak pernah bisa menahan tangis haru setiap kali bapak dengan motor bututnya pulang meninggalkanku.
Tak pernah pada suatu momen tertentu ia mengucapkan sayang secara langsung padaku. Awalnya, aku berpikir mungkin bapak memang sedikit kurang romantis. Tapi, ternyata aku menemukan yang lain. Ucapan di momen tertentu rupanya memang tidak perlu. Karena apa? Karena seluruh hidupnya adalah ucapan sayang padaku.
Terima kasih, terimakasih bapak.
Terima kasih juga Ibu.
Setiap kali ibu bangun paling awal. Ketika aku bangun untuk pipis, ibu sudah di dapur menyiapkan segala untuk kami. Ibulah juga yang memerhatikan seluruh kepentingan: seragam, uang saku, sepatu yang mulai aus, rambut yang belum disisir, waktu mandi sore, dsb.
Ibu pernah menghukumku karena aku bermain lumpur di sawah. Ibu memandikan aku dengan air dingin. Padahal, waktu itu aku belum berani mandi dengan air dingin. Aku megap-megap waktu ibu guyur di pinggir sumur. Saat itu aku tidak tahu bahwa ternyata Ibu hampir menangis melihatku megap-megap.
Ibu juga menangis betul-betul waktu tahu aku mendapat kecelakaan di kelas lima SD. Di rumah sakit, bahkan ada yang bercerita padaku bahwa ibu sungguh-sungguh berdoa untuk kesembuhanku, bahkan katanya sambil menangis. Aku terharu, sekaligus kemudian percaya bahwa Ibu adalah salah satu malaikat yang Tuhan utus untuk menyalurkan cinta-Nya.
Yang jelas, dari Ibu aku belajar mengenai kasih yang sederhana. Tidak banyak hal-hal besar ibu lakukan. Yang ibu lakukan adalah hal-hal sederhana: memberiku makan, memerhatikan penampilanku, atau menanyakan kabar. Namun, justru dalam kesederhanaan itu aku merasakan betapa kasih itu agung. Mungkin itulah paradoksnya: semakin kasih itu sederhana, semakin kasih itu agung.
Terima kasih, terima kasih Ibu.
...
Kini aku sudah 21, dan kita tahu sudah beberapa tahun tidak tinggal bersama. Semakin lama semakin kusadari, ada sesuatu yang benar. Beberapa tahun tidak tinggal bersama tidak membuat bapak dan Ibu menghilang, tapi justru semakin ada. Bapak dan Ibu semakin tinggal dekat dengan diriku, persis di hatiku.
Fiuh, tentu kalian tidak memiliki facebook. Kalian tidak bisa membaca apa yang aku tulis. Biarlah, aku justru merasa memiliki peluang, untuk menjadi seperti kalian: orang-orang yang menerjemahkan ucapan sayang dengan tindakan kasih dalam keseluruhan.
Doakan kami di jogja, bapak dan Ibu.
12 November 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ah, bapak ibu bisa baca kok ungkapan isi hatimu walau memang agak gaptek. Tuhanlah yang telah mengirimkan dan memberikan yang terbaik untuk keluarga bahkan menjadi kebanggaan embah-embah semua. Selamat ulang tahun, teruslah menjadi anugerah bagi semua orang. God bless.
ReplyDeletewah, baca to?
ReplyDeletedadi isin aku..
mesti ito ya sing ngajari?
he he he...