Entah mengapa, adegan yang paling menyentuh saya bukanlah ketika para perempuan mendapati makam Yesus kosong. Yang paling menciptakan keharuan dalam hati saya justru reaksi Petrus.
Dikisahkan dalam Kitab Suci, ketika para perempuan menceritakan pengalaman mereka, para rasul tidak percaya dan menganggap apa yang dikisahkan sebagai omong kosong. Di tengah sikap skeptis tersebut, Petrus kemudian tampil. Petrus berdiri dan berlari ke makam; ia menjenguk ke dalam makam, tetapi yang dilihat hanya kain kafan (Lukas 24, 12).
Bagaimana peristiwa tersebut dapat menyentuh saya?
Petrus termasuk salah satu murid yang dekat dengan Yesus. Ia dipanggil secara pribadi ketika di danau Genesaret. "Mari, ikutlah Aku, kamu akan Kujadikan penjala manusia" (Matius 4, 19). Ia menyertai Yesus dalam sebagian besar karya-Nya: menyembuhkan, mengusir Roh Jahat, mengadakan mukjizat-mukjizat.
Karakter Petrus adalah pribadi yang pemberani, tetapi srogal-srogol, orang Jawa bilang. Dia tipe orang yang bertindak dan berkomentar dahulu, kemudian baru berpikir dan menyadari tindakan atau perkataannya. Tentu kita masih ingat peristiwa ketika para murid di perahu melihat Yesus berjalan di atas air. Petruslah yang kemudian turun berjalan di atas air memastikan orang tersebut adalah Yesus. Hanya karena angin kencang, ombak, dan ketakutannyalah, kemudian Petrus mulai tenggelam. Kita juga pasti masih ingat ketika Yesus mulai memberitakan derita yang akan dihadapinya pada para murid. Petruslah satu-satunya murid yang langsung menarik dan menegur Yesus.
Bagi saya, momentum Petrus berdiri dan berlari ke makam Yesus di satu sisi merupakan cermin kepribadian Petrus yang saya sebutkan di atas, namun di sisi lain, saya tahu Petrus berlari dengan membawa serta kegelisahan hatinya. Kegelisahan yang menghantuinya hari-hari itu. Kegelisahan yang muncul atas semua yang telah terjadi padanya: panggilan Yesus di pinggir danau yang tidak dapat ia lupakan, kebersamaan dengan-Nya dalam tiga tahun terakhir, hingga penyangkalannya. Segalanya berputar di dalam hatinya, mendorongnya untuk segera bersimpuh pada kaki Guru yang amat dikasihinya, jikalau Ia sungguh-sungguh bangkit.
Betapa dekat Petrus dengan diri kita murid-murid-Nya ini. Ia adalah model kita semua. Dipanggil karena Tuhan mengenal dan mencintai kita. Sulit untuk memahami kehendak-Nya dalam perjalanan hidup kita. Ceroboh dan kurang mengerti. Tidak jarang, menyangkal-Nya. Bagaimana mungkin kita mencela Petrus yang menyangkal Yesus? Tidak sadarkah diri kita bahwa kita juga kerap menyangkal-Nya? Tidak perlu sedramatis kisah Petrus, bahkan sikap acuh tak acuh terhadap hidup beriman pun merupakan bentuk penyangkalan kita terhadap Tuhan yang paling sederhana. Penyangkalan Petrus adalah simbol kerapuhan kita semua, murid-murid-Nya.
Itulah sebabnya, Petrus yang berdiri dan berlari ke makam Yesus begitu menyentuh saya. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa saya, yang selalu berlari kepada-Nya, dengan kegagalan-kegagalan yang saya miliki. Dan dengan segala isi hatinya, ia menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mencintai Yesus, Guru-Nya.
30 March 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment