20 May 2013

Bintang Kecil di Langit yang Biru


Peristiwa ini terjadi ketika saya menggunakan angkutan umum, sebuah mobil Carry tua berwarna merah, yang membawa saya ke Jatibarang, kota kecil di sebelah selatan Brebes.

Setelah mobil berjalan, dari jauh terlihat calon penumpang. Tampak seorang ibu muda dan anak kecil memberi kode pada sopir bahwa mereka ingin ikut. Setelah naik, mereka segera mengatur tempat duduk. Sekarang anak ibu muda itu berada persis di hadapanku.

Tiba-tiba, anak kecil itu menunjukkan pada ibunya sticker bintang yang banyak tertempel di kaca belakang mobil. "Mah, ada bintang." Ibunya tersenyum dan mengangguk.

Anak kecil itu pun mulai bernyanyi, memecah keheningan kami para penumpang yang hanya mendengarkan suara mesin. 

Bintang kecil, di langit yang biru
Amat banyak, menghias angkasa

Anak kecil itu berhenti bernyanyi, kemudian bertanya pada sang ibu. "Mah, langit birunya mana?"

Sang Ibu tersenyum lagi. Lalu, jarinya menunjuk ke luar kaca. "Nah, itu langit biru."

Putrinya diam saja, kemudian kembali bernyanyi.

Pelukismu agung, siapa gerangan
Pelangi-pelangi, ciptaan Tuhan

Melihat peristiwa tersebut dari awal, spontan saya tidak bisa menyembunyikan senyum dari mata sang Ibu. Anaknya sekaligus memberikan dua pelajaran berharga bagi saya.

Pertama, di balik hal-hal yang mustahil bagi kita, selalu ada ruang untuk Allah mewujudkannya. Lagu Bintang Kecil sudah saya kenal sejak saya kecil. Entah berapa kali lagu itu saya nyanyikan dalam hidup. Tetapi tahukah Anda? Baru ketika saya mendengarkan senandung anak kecil tadi, saya merasakan kebenaran lagu itu.  Persis ketika anak kecil itu menanyakan kepada ibunya, "Mah, langit birunya mana?" dan ibunya menjawab, "Nah, itu langit biru," saat itu pula saya merasa sungguh-sungguh melihat bintang di langit biru. Lagu ini tidak pernah mengkhianati dan membohongi anak-anak, kesimpulanku.

Saya dibuat sadar. Selama ini, saya menyanyikan lagu tersebut dengan paradigma bahwa bintang hanya dapat terlihat di malam hari. Bintang kecil di langit yang biru itu omong kosong. Namun, siang ini saya melihat bintang kecil di langit yang biru dengan mata kepala saya sendiri. Meskipun bintang yang kulihat hanya sticker, ya, sticker, tetapi aku sudah terlanjur terpesona. Bagaimana mungkin aku menyanggah anak kecil yang menganggap sticker tersebut memang bintang? Akan sangat jahat kalau saya sampai hati melakukannya. Siang ini saya belajar. Bintang kecil di langit yang biru tidak pernah merupakan suatu omong kosong. Selalu ada ruang bagi Allah untuk mewujudkannya, dan itu hanya terjadi jika kita bersedia untuk menjadi seperti anak kecil. 

Then Jesus called a little child to Him, set him in the midst of them, and said, "Assuredly, I say to you, unless you are converted and become as little children, you will by no means enter the kingdom of heaven. (Mat 18, 2-3)



Kedua, selalu ada toleransi untuk kelemahan-kelemahan kita. Peristiwa anak kecil yang melanjutkan lagu Bintang Kecil dengan lagu Pelangi merupakan suatu kesalahan yang fatal. Akan tetapi, tidak seorang pun orang dewasa di angkutan umum tersebut mempersalahkannya. Kami semua justru bahagia bersama anak kecil tersebut. Perempuan di sebelahku bahkan bertanya pada ibunya, "Umur pira, yu? Pinter ya." 

Kita bukan manusia kalau sempurna. Ketidaksempurnaan bersifat kodrati, melekat dengan jati diri kita sebagai manusia. Berbahagialah kita yang mampu berdamai dengan ketidaksempurnaan itu, sebab kita tahu, tidak semua manusia menerima kenyataan bahwa Allah toleran terhadap kerapuhan manusia. Hanya mereka yang bijaksana memahaminya seraya dengan rendah hati mempersembahkan diri di hadapan Allah dan sesama apa adanya. Sebab jika Allah tidak toleran kepada manusia yang rapuh dan lemah, Ia tidak akan mengutus Yesus datang ke dunia untuk menebus kerapuhan dan kelemahan kita. Sebab justru karena Allah toleran dengan semua kekurangan-kekurangan kita, Ia rela mengosongkan diri-Nya, kenosis, dan memberikan yang terbaik untuk kita, sahabat-sahabat-Nya.

There is no greater love than this, that a man should lay down his life for his friends. (John 18, 3)


Ketika angkutan tersebut sampai di Jatibarang, aku usap-usap rambut anak kecil itu. Lalu turun.



No comments:

Post a Comment